Sabtu, 29 Maret 2008

RESAHKU SEMALAM

Kurebahkan tubuh munggilnya di atas pembaringan
Kulolosi baju hitam bergambar Hello Kitty
Perlahan, sedikitpun aku tak ingin melukainya
Aku masih binggung, hasratku makin mengebu

Tetapi tanganku masih kaku, pikiranku masih buntu
Aku belum tahu, kata apa yang pantas kuungkap kepadanya
Biasanya, aku vulgar menceritakan kisah perjalananku pulang liputan
Tetapi tidak untuk malam ini.

Sekali lagi kupandang ganas signalnya
Sebelum akhirnya mengayun langkah kekamar mandi
Pesan ayah bunda: jangan lupa bekal dunia akhirat
Artinya aku harus makan dan Sholat

Kuperkirakan satu jam aku membiarkanya sendirian
Saat ku dekati keadaanya semakin runyam
Tak ada nyala, tak ada signal. Aku blingsatan!
Kusentuh lembut, dan….
Laptopku pun kembali menyala

RESAHKU SEMALAM

Kurebahkan tubuh munggilnya di atas pembaringan
Kulolosi baju hitam bergambar Hello Kitty
Perlahan, sedikitpun aku tak ingin melukainya
Aku masih binggung, hasratku makin mengebu

Tetapi tanganku masih kaku, pikiranku masih buntu
Aku belum tahu, kata apa yang pantas kuungkap kepadanya
Biasanya, aku vulgar menceritakan kisah perjalananku pulang liputan
Tetapi tidak untuk malam ini.

Sekali lagi kupandang ganas signalnya
Sebelum akhirnya mengayun langkah kekamar mandi
Pesan ayah bunda: jangan lupa bekal dunia akhirat
Artinya aku harus makan dan Sholat

Kuperkirakan satu jam aku membiarkanya sendirian
Saat ku dekati keadaanya semakin runyam
Tak ada nyala, tak ada signal. Aku blingsatan!
Kusentuh lembut, dan….
Laptopku pun kembali menyala

Selasa, 25 Maret 2008

DI BALIK PEMUTUSAN KONTRAK KERJA

Pemutusan kontrak kerja(terminate), merupakan fenomena yang jamak terjadi Di edisi sebelumnya, Apakabar menurunkan laporan seputar fenomena gaji di bawah standar (underpay), salah satu akar persoalan dari kebijakan peraturan Plan A dan Plan B. Nah, seperti diketahui, dampak dari peraturan tersebut, tidak sedikit BMI di-PHK majikan secara sepihak serta dadakan. Mayoritas, menimpa new domestic helper yang masih dalam masa potongan agen.
Kurangnya pendidikan di penampungan, minimnya pembekalan hak-hak BMI, dan perampasan buku panduan (khusus BMI baru datang ke Hong Kong) yang dilakukan oleh agency, merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pendeportasian. Berikut laporan Kristina Dian Safitry dari Apakabar
Tawaran agen kepada majikan bahwa pihaknya (agen) bisa setiap saat mengganti pembantu dengan yang baru, seolah menyatakan bahwa pengalaman kerja yang dimiliki BMI (eks) bukanlah jaminan bakal dipertahankan oleh majikan. Seperti yang terekam pada ”kasus” 10 BMI baru-baru ini.

Ke-10 BMI tersebut seluruhnya berasal dari Kendal, Jawa Tengah, dan berangkat melalui PT Bina Duta Amanah Mandiri, Sunter, Jakarta Utara. Mayoritas dari mereka sudah memiliki pengalaman bekerja di luar negeri minimal dua tahun. Toh, tetap saja mereka menjadi korban permainan agency dan PJTKI.
Saat ditemui Apakabar, F, O, SM, N, dan keenam teman lainnya sedang melakukan konseling hukum dengan ATKI. Mengomentari nasib yang mereka alami, mereka sepakat mengatakan telah menjadi ”kelinci percobaan”. Maksudnya, percobaan untuk mengakali si BMI dengan mengambil manfaat dari aturan potongan tujuh bulan. ”Majikan saya bilang, paling lama saya bekerja tujuh bulan, tapi baru tiga bulan sudah di-terminate,” kata N, 24 tahun.

Keterangan tersebut dibenarkan rekan-rekan N, yang – waktu ditemui Apakabar – mengaku sedang terancam di-terminate majikan dan sedang berusaha keras agar tidak dipulangkan ke tanah air. Untuk diketahui, ancaman majikan bahwa si pembantu akan dipulangkan ke tanah air sebelum atau sesudah melunasi masa potongan, telah disampaikan sejak pertama kali mereka mulai bekerja.

Itu sebabnya, pekan lalu, BMI yang akhirnya benar-benar dipulangkan ke tanah air, berusaha mengambil tindakan. Di antaranya dengan melakukan konseling dan tidak membayar potongan agen mulai bulan keempat. Meskipun, kata SM, dirinya pening diteror agen dan bank finansial, tempat yang ditunjuk agen untuk membayar biaya potongan. ”Lha, kok enak betul, bikin aturan sak enak udele dhewe,” cetus BMI yang bekerja di daerah Chai Wan.

Ke-10 BMI yang diberangkatkan dan diterbangkan PT dalam waktu hampir bersamaan itu, akhirnya dipulangkan ke tanah air setelah bekerja di rumah majikan rata-rata 3-6 bulan. Meski salah satu dari BMI itu mengaku memiliki majikan baik, tetapi sang majikan menolak mempertahankan dirinya. ”Soalnya, kata majikanku, dirinya sudah terikat perjanjian dengan PT.”

Yani, anggota ATKI dari basis Bawah Jembatan Victoria yang memberikan pemahaman hukum kepada mereka, menyampaikan: ke-10 BMI tersebut sebenarnya telah menyusun rencana untuk mendatangi agency beramai-ramai, meminta kejelasan tentang nasib mereka. Sayangnya, sebelum hal itu terlaksana, mereka keburu diterbangkan ke tanah air.

Banyak cara atau alasan yang kerap dipakai majikan untuk memulangkan BMI. Misalnya, dianggap tidak bisa bekerja, tidak cakap berbahasa (Kanton), dan so pasti – yang paling menonjol – adalah tuduhan mencuri. Seperti yang dialami Yuliati Ningsih, BMI asal Blitar, yang berangkat ke Hong Kong melalui PT Gondosari. Baru sebulan bekerja di rumah majikan di Mong Kok, Yuli sudah dideportasi majikan dengan tuduhan yang tidak terbukti benar.

Baru Sebulan Kok Disuruh Pulang

Yup, tidak ada alternatif pilihan yang bisa diambil oleh seorang BMI, manakala majikan sudah keukeuh hendak memulangkan pekerjanya. Sekalipun si pekerja sudah rela diperlakukan dengan sewenang-wenang, sampai mau dikasih makanan basi dan tidur di lantai, tetap saja majikan yang punya kuasa.

Bahkan, tidak jarang terjadi, sampai si BMI memohon-mohon agar tetap dipekerjakan, hasilnya sia-sia. Dalam beberapa kasus, hal itu justru acap mendorong si majikan untuk membuat alasan palsu yang, herannya, ditelan mentah-mentah oleh pihak yang dilapori: agen maupun PJTKI. Si BMI pun jadi bulan-bulanan kemarahan agen, yang lantas diikuti dengan pendeportasian dan pelecehan begitu tiba di penampungan yang memberangkatkannya dulu.

Derita seperti itu, sekadar contoh, dialami oleh Yuliati Ningsih. Baru sebulan bekerja di rumah majikan nun di daerah Mong Kok, BMI asal Blitar ini tiba-tiba sudah di-terminate. Padahal, selama bekerja, tak sekalipun majikan memperlakukan Yuli dengan layak. Setiap malam, ia disuruh tidur di lantai ruang tamu tanpa selimut dan bantal yang memadai. Akibatnya, tubuh Yuli pun sering terasa ngilu, bak remuk tulang di badan.

Soal makanan juga demikian. Yuli hanya bisa mengisi perut dari makanan sisa-sisa majikan, itu pun diberikannya secara bertahap. Sampai-sampai, makanan-makanan tersebut sudah dalam keadaan basi ketika sampai di tangan BMI plan B ini. Namun, ibarat ajal seseorang yang tidak tahu kapan datangnya selain Tuhan, mendadak sontak Yuliati di-terminate majikan. Tuduhannya: mencuri...!

So pasti, BMI yang barusan lulus SMA ini amat-sangat terkejut. Ia mengalami tekanan psikologis yang berkepanjangan. Di rumah agen, rasa itu tak bisa hilang. Pikirannya kacau memikirkan tuduhan majikan yang jauh dari kebenaran itu. Meski saat itu ia dimarahi habis-habisan oleh agen, Yuli seolah tak mendengar apa-apa. Pikirannya dihantui oleh pertanyaan: kok bisa-bisanya ia dituduh mencuri. Bagaimana mungkin perhiasan majikan
mencuri, saya hanya bisa menangis. Saya mengkhawatirkan kondisi kejiwaan adik saya,” tutur Jumiati, kakak kandung Yuli, saat dihubungi Apakabar.

Sesuai jadwal tiket yang dibelikan majikan, Yuli bersiap kembali ke PT di tanah air – seperti perintah agen. Pada detik-detik keberangkatan itulah, kabar yang sangat menyakitkan harus ia terima. Tepat di saat ia bersiap hendak meninggalkan Hong Kong, majikan tiba-tiba mengabarkan pada agen kalau perhiasannya sudah ditemukan. Barang itu tidak pernah hilang atau dicuri si pekerja yang berwajah lugu itu, melainkan cuma lupa naruh.

Kabar itu sudah kasip, atau memang sengaja dikasipkan. Dalam kenyataan, BMI yang telanjur down itu tetap saja dipulangkan ke tanah air. Sialnya, perlakuan buruk harus kembali ia terima setiba di PT, tempat ia ditampung dahulu. Pihak PT tetap bersikukuh menganggap Yuli tidak becus bekerja, dan mencuri barang majikan. Setelah merampas nomor telepon yang disimpan Yuli, staf PT menyuruh calon BMI yang dikenal Yuli untuk menendangi BMI korban terminate dadakan ini.

Tidak tahan mendapat tindak kekerasan, bungsu dari tujuh bersaudara itu akhirnya memilih kembali ke tengah-tengah keluarga di kampung halaman. Tentu saja, hal itu baru bisa dilakukan setelah keluarganya membayar denda sebesar Rp 6 juta kepada pihak PT. ”Nggak apa-apa membayar denda segitu, yang penting adik saya selamat sampai rumah,” cetus kakak kandung Yuliati.

Jumiati, sang kakak, sangat menyayangkan tindakan yang telah dilakukan majikan, juga agen maupun PJTKI. Dia bilang, kalau memang tidak puas dengan cara kerja adiknya, mbok ya jangan kayak begitu caranya. ”Kalau mau memulangkan, ya pulangkan saja. Itu kan hak setiap majikan. Seperti agen dan PJTKI itu lho, kenapa percaya begitu saja laporan dari majikan adik saya. Di mana janjinya yang akan melindungi anak buah?” ujar Jumiati, berapi-api.

Jadi? Pemutusan kontrak kerja dadakan yang dialami BMI – baik BMI masa potongan ataupun setelah melunasi potongan tujuh bulan berturut-turut – memang sudah menjadi pemandangan klasik di sekitar kita. Tidak sedikit kalangan yang kemudian berspekulasi, cara-cara seperti ini galibnya merupakan ”teori” agen (di Hong Kong maupun di Indonesia) yang ingin mengeruk keuntungan setinggi-tingginya. Nah, dalam kasus terminate terhadap BMI anyar (masih dalam masa potongan agen), permainan agen umumnya dianggap semata-mata demi mengeruk keuntungan dari BMI anyar korban terminate majikan. Pertanyaannya, bagaimana dengan BMI lawas, tidak adakah yang di-terminate majikan? Jika ada, apa penyebabnya?

Awas, Terminate Jelang Finish Contract!

Pemutusan kontrak kerja (terminate), apalagi yang dilakukan secara dadakan, masih sering dialami BMI. Tidak peduli si BMI tergolong baru (new domestic helper) – seperti ditulis Apakabar edisi lalu – maupun BMI lama yang bahkan sudah mendekati finish contract. Dalam kenyataan, BMI yang telah memiliki pengalaman kerja (eks) luar negeri pun rentan menghadapi masalah ini.

Contoh paling gres dialami Sofia, yang ditemui Apakabar di Building House yang dikelola Jessy dan Fatimah. Sofia yang bekerja di rumah majikan yang keturunan Bangladesh, akhirnya terhenti di tengah jalan. ”Hanya sekitar setahun saya bekerja di rumah itu,” tuturnya. Selama itu, menurut penuturan anak buah PT Indo Tak-Tangerang, haknya sebagai BMI dapat ia nikmati tanpa masalah. Baik soal gaji maupun hari libur.

Lalu, kenapa ia di-terminate majikan secara mendadak? ”Mungkin, karena saya sering memecahkan barang milik majikan,” aku anak buah Sweet Home Agency, Times Square, yang juga mengantungi jam terbang bekerja dua tahun di Singapura.
Sofia tak memungkiri, selama bekerja di rumah majikan yang terdiri atas lima anggota keluarga itu, ia memang sering melakukan kesalahan. Ini terkait dengan hobi majikan yang gemar mengoleksi barang-barang, sehingga rumahnya penuh dengan aneka perabotan. ”Entahlah, kenapa majikan nggak mau memotong gaji saya saja, daripada dipulangkan seperti ini,” keluh BMI asal Cilacap ini.

Pemutusan kerja akibat kesalahan kerja juga dialami Nonik Sulistiowati, anak buah Logon Corp, Employment Agency. Bedanya, ia di-terminate menjelang finish contract, sedangkan Sofia di-terminate karena sering memecahkan barang. Uniknya, ibu satu anak asal Madiun ini – menurut pengakuannya – di-PHK hanya gara-gara terlambat mengerjakan perintah majikan. ”Saat itu saya disuruh majikan memasang korden jendela. Karena pekerjaan lagi numpuk, kesempatan belum ada. Majikan kemudian menuduh saya nggak mau nuruti perintah,” ujar Nonik, dengan mimik sedih.

Nonik menuturkan, selama bekerja di rumah majikan, kemarahan, cacian, sudah menjadi makanan sehari-hari. Meski majikan tak pernah melakukan penganiayaan, tetapi menghadapi majikan ”model” begitu tetap saja membuatnya tertekan. Sudah begitu, majikan sering melontarkan ancaman mau meng-interminate. ”Cerewetnya minta ampun, Mbak. Mereka itu kan nggak kerja, jadi setiap hari dikontrol majikan,” kata BMI yang pernah tiga bulan tinggal bulan di PT Lucky Mitra Abadi, Bekasi Timur.

Nonik sangat menyesalkan tindakan majikan yang memulangkannya secara mendadak. Apalagi, pemutusan kerja dilakukan hanya dua bulan menjelang finish. ”Ndak tahulah, barangkali itu cuma alasan majikan saja,” kata BMI yang berangkat ke Hong Kong pada 27 Februari 2006.

Kejadian serupa – pemutusan kerja mendekati finish – juga dialami Yatemi, warga Desa Krebet, Kec. Jambon, Ponorogo. Gara-gara terlambat pulang libur, anak buah Overseas Employment Agency ini di-terminate majikan secara mendadak. Mau tak mau, BMI yang berangkat melalui PT Bangunsari, Pasuruan, ini mesti angkat kaki dari rumah majikan. Ia hanya mengantungi ”pesangon” HK$ 3.487, total angka dari biaya beli tiket, gaji satu bulan, dan akomodasi makan selama perjalanan.

Meskipun BMI yang pernah bekerja di Flat 17 F, Tower 125, 11 Po Yan Street, ini masih tak percaya terhadap pemutusan kerja tersebut, ia terus berusaha mencari majikan baru lagi. Tentu saja, dengan harapan, kisah pertamanya yang berakhir pahit tak terulang kembali.

Pemutusan kontrak kerja, seperti diketahui, memang merupakan fenomena yang jamak terjadi dalam ketenagakerjaan di Hong Kong. Sialnya, banyak kasus terminate yang melanggar aturan. Mengutip Buku Petunjuk Pelayanan di Hong Kong, pemutusan kontrak kerja bisa dilakukan oleh kedua belah pihak. Namun, pemutusan kontrak harus dilakukan sesuai prosedur.

So, apabila pihak BMI yang ingin menghentikan kontrak kerja, ia harus memberitahukan majikan satu bulan sebelumnya secara tertulis. Tetapi jika tanpa pemberitahuan sebelumnya, si BMI harus membayar ke majikan satu bulan gaji. Peraturan yang sama juga berlaku bagi majikan. Namun, majikan berhak menghentikan BMI tanpa membayar satu bulan gaji, apabila BMI melakukan kesalahan. Di antaranya, tidak mematuhi perintah yang sah dan wajar, berperilaku tidak sesuai dengan tugas BMI, tidak jujur atau terbukti melakukan kejahatan, dan selalu lalai dalam melakukan tugas-tugas BMI.

Sedangkan kompensasi yang harus diterima BMI korban terminate yang telah finish contract meliputi: pelunasan gaji yang belum dibayarkan, pembayaran satu bulan gaji (pemutusan kontrak kerja), uang tiket, biaya makan/uang saku perjalanan pulang ke negara asal, pembayaran atas cuti tahunan dan hari libur yang tidak diambil, plkus jumlah lain sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan dan kontrak kerja BMI.

Apabila kontrak kerja dihentikan sebelum waktunya, BMI memiliki izin tinggal selama dua minggu atau biasa dikenal sebagai ”peraturan dua minggu”. Sebelum berakhirnya masa izin tinggal, si BMI hendaknya melapor ke Imigrasi. Kalau tidak, BMI bisa dianggap overstay alias tinggal melebihi batas waktu yang diizinkan pemerintah.

Intinya: kedua belah pihak – majikan maupun BMI – bertanggung jawab untuk memberitahu direktur Imigrasi secara tertulis dalam waktu tujuh hari sejak pemutusan kontrak kerja yang dilakukan sebelum waktunya itu. Masalahnya, ini dia, ketentuan yang sangat terang benderang itu acapkali diabaikan. (Kristina Dian S)

DI BALIK PEMUTUSAN KONTRAK KERJA

Pemutusan kontrak kerja(terminate), merupakan fenomena yang jamak terjadi Di edisi sebelumnya, Apakabar menurunkan laporan seputar fenomena gaji di bawah standar (underpay), salah satu akar persoalan dari kebijakan peraturan Plan A dan Plan B. Nah, seperti diketahui, dampak dari peraturan tersebut, tidak sedikit BMI di-PHK majikan secara sepihak serta dadakan. Mayoritas, menimpa new domestic helper yang masih dalam masa potongan agen.
Kurangnya pendidikan di penampungan, minimnya pembekalan hak-hak BMI, dan perampasan buku panduan (khusus BMI baru datang ke Hong Kong) yang dilakukan oleh agency, merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya pendeportasian. Berikut laporan Kristina Dian Safitry dari Apakabar
Tawaran agen kepada majikan bahwa pihaknya (agen) bisa setiap saat mengganti pembantu dengan yang baru, seolah menyatakan bahwa pengalaman kerja yang dimiliki BMI (eks) bukanlah jaminan bakal dipertahankan oleh majikan. Seperti yang terekam pada ”kasus” 10 BMI baru-baru ini.

Ke-10 BMI tersebut seluruhnya berasal dari Kendal, Jawa Tengah, dan berangkat melalui PT Bina Duta Amanah Mandiri, Sunter, Jakarta Utara. Mayoritas dari mereka sudah memiliki pengalaman bekerja di luar negeri minimal dua tahun. Toh, tetap saja mereka menjadi korban permainan agency dan PJTKI.
Saat ditemui Apakabar, F, O, SM, N, dan keenam teman lainnya sedang melakukan konseling hukum dengan ATKI. Mengomentari nasib yang mereka alami, mereka sepakat mengatakan telah menjadi ”kelinci percobaan”. Maksudnya, percobaan untuk mengakali si BMI dengan mengambil manfaat dari aturan potongan tujuh bulan. ”Majikan saya bilang, paling lama saya bekerja tujuh bulan, tapi baru tiga bulan sudah di-terminate,” kata N, 24 tahun.

Keterangan tersebut dibenarkan rekan-rekan N, yang – waktu ditemui Apakabar – mengaku sedang terancam di-terminate majikan dan sedang berusaha keras agar tidak dipulangkan ke tanah air. Untuk diketahui, ancaman majikan bahwa si pembantu akan dipulangkan ke tanah air sebelum atau sesudah melunasi masa potongan, telah disampaikan sejak pertama kali mereka mulai bekerja.

Itu sebabnya, pekan lalu, BMI yang akhirnya benar-benar dipulangkan ke tanah air, berusaha mengambil tindakan. Di antaranya dengan melakukan konseling dan tidak membayar potongan agen mulai bulan keempat. Meskipun, kata SM, dirinya pening diteror agen dan bank finansial, tempat yang ditunjuk agen untuk membayar biaya potongan. ”Lha, kok enak betul, bikin aturan sak enak udele dhewe,” cetus BMI yang bekerja di daerah Chai Wan.

Ke-10 BMI yang diberangkatkan dan diterbangkan PT dalam waktu hampir bersamaan itu, akhirnya dipulangkan ke tanah air setelah bekerja di rumah majikan rata-rata 3-6 bulan. Meski salah satu dari BMI itu mengaku memiliki majikan baik, tetapi sang majikan menolak mempertahankan dirinya. ”Soalnya, kata majikanku, dirinya sudah terikat perjanjian dengan PT.”

Yani, anggota ATKI dari basis Bawah Jembatan Victoria yang memberikan pemahaman hukum kepada mereka, menyampaikan: ke-10 BMI tersebut sebenarnya telah menyusun rencana untuk mendatangi agency beramai-ramai, meminta kejelasan tentang nasib mereka. Sayangnya, sebelum hal itu terlaksana, mereka keburu diterbangkan ke tanah air.

Banyak cara atau alasan yang kerap dipakai majikan untuk memulangkan BMI. Misalnya, dianggap tidak bisa bekerja, tidak cakap berbahasa (Kanton), dan so pasti – yang paling menonjol – adalah tuduhan mencuri. Seperti yang dialami Yuliati Ningsih, BMI asal Blitar, yang berangkat ke Hong Kong melalui PT Gondosari. Baru sebulan bekerja di rumah majikan di Mong Kok, Yuli sudah dideportasi majikan dengan tuduhan yang tidak terbukti benar.

Baru Sebulan Kok Disuruh Pulang

Yup, tidak ada alternatif pilihan yang bisa diambil oleh seorang BMI, manakala majikan sudah keukeuh hendak memulangkan pekerjanya. Sekalipun si pekerja sudah rela diperlakukan dengan sewenang-wenang, sampai mau dikasih makanan basi dan tidur di lantai, tetap saja majikan yang punya kuasa.

Bahkan, tidak jarang terjadi, sampai si BMI memohon-mohon agar tetap dipekerjakan, hasilnya sia-sia. Dalam beberapa kasus, hal itu justru acap mendorong si majikan untuk membuat alasan palsu yang, herannya, ditelan mentah-mentah oleh pihak yang dilapori: agen maupun PJTKI. Si BMI pun jadi bulan-bulanan kemarahan agen, yang lantas diikuti dengan pendeportasian dan pelecehan begitu tiba di penampungan yang memberangkatkannya dulu.

Derita seperti itu, sekadar contoh, dialami oleh Yuliati Ningsih. Baru sebulan bekerja di rumah majikan nun di daerah Mong Kok, BMI asal Blitar ini tiba-tiba sudah di-terminate. Padahal, selama bekerja, tak sekalipun majikan memperlakukan Yuli dengan layak. Setiap malam, ia disuruh tidur di lantai ruang tamu tanpa selimut dan bantal yang memadai. Akibatnya, tubuh Yuli pun sering terasa ngilu, bak remuk tulang di badan.

Soal makanan juga demikian. Yuli hanya bisa mengisi perut dari makanan sisa-sisa majikan, itu pun diberikannya secara bertahap. Sampai-sampai, makanan-makanan tersebut sudah dalam keadaan basi ketika sampai di tangan BMI plan B ini. Namun, ibarat ajal seseorang yang tidak tahu kapan datangnya selain Tuhan, mendadak sontak Yuliati di-terminate majikan. Tuduhannya: mencuri...!

So pasti, BMI yang barusan lulus SMA ini amat-sangat terkejut. Ia mengalami tekanan psikologis yang berkepanjangan. Di rumah agen, rasa itu tak bisa hilang. Pikirannya kacau memikirkan tuduhan majikan yang jauh dari kebenaran itu. Meski saat itu ia dimarahi habis-habisan oleh agen, Yuli seolah tak mendengar apa-apa. Pikirannya dihantui oleh pertanyaan: kok bisa-bisanya ia dituduh mencuri. Bagaimana mungkin perhiasan majikan
mencuri, saya hanya bisa menangis. Saya mengkhawatirkan kondisi kejiwaan adik saya,” tutur Jumiati, kakak kandung Yuli, saat dihubungi Apakabar.

Sesuai jadwal tiket yang dibelikan majikan, Yuli bersiap kembali ke PT di tanah air – seperti perintah agen. Pada detik-detik keberangkatan itulah, kabar yang sangat menyakitkan harus ia terima. Tepat di saat ia bersiap hendak meninggalkan Hong Kong, majikan tiba-tiba mengabarkan pada agen kalau perhiasannya sudah ditemukan. Barang itu tidak pernah hilang atau dicuri si pekerja yang berwajah lugu itu, melainkan cuma lupa naruh.

Kabar itu sudah kasip, atau memang sengaja dikasipkan. Dalam kenyataan, BMI yang telanjur down itu tetap saja dipulangkan ke tanah air. Sialnya, perlakuan buruk harus kembali ia terima setiba di PT, tempat ia ditampung dahulu. Pihak PT tetap bersikukuh menganggap Yuli tidak becus bekerja, dan mencuri barang majikan. Setelah merampas nomor telepon yang disimpan Yuli, staf PT menyuruh calon BMI yang dikenal Yuli untuk menendangi BMI korban terminate dadakan ini.

Tidak tahan mendapat tindak kekerasan, bungsu dari tujuh bersaudara itu akhirnya memilih kembali ke tengah-tengah keluarga di kampung halaman. Tentu saja, hal itu baru bisa dilakukan setelah keluarganya membayar denda sebesar Rp 6 juta kepada pihak PT. ”Nggak apa-apa membayar denda segitu, yang penting adik saya selamat sampai rumah,” cetus kakak kandung Yuliati.

Jumiati, sang kakak, sangat menyayangkan tindakan yang telah dilakukan majikan, juga agen maupun PJTKI. Dia bilang, kalau memang tidak puas dengan cara kerja adiknya, mbok ya jangan kayak begitu caranya. ”Kalau mau memulangkan, ya pulangkan saja. Itu kan hak setiap majikan. Seperti agen dan PJTKI itu lho, kenapa percaya begitu saja laporan dari majikan adik saya. Di mana janjinya yang akan melindungi anak buah?” ujar Jumiati, berapi-api.

Jadi? Pemutusan kontrak kerja dadakan yang dialami BMI – baik BMI masa potongan ataupun setelah melunasi potongan tujuh bulan berturut-turut – memang sudah menjadi pemandangan klasik di sekitar kita. Tidak sedikit kalangan yang kemudian berspekulasi, cara-cara seperti ini galibnya merupakan ”teori” agen (di Hong Kong maupun di Indonesia) yang ingin mengeruk keuntungan setinggi-tingginya. Nah, dalam kasus terminate terhadap BMI anyar (masih dalam masa potongan agen), permainan agen umumnya dianggap semata-mata demi mengeruk keuntungan dari BMI anyar korban terminate majikan. Pertanyaannya, bagaimana dengan BMI lawas, tidak adakah yang di-terminate majikan? Jika ada, apa penyebabnya?

Awas, Terminate Jelang Finish Contract!

Pemutusan kontrak kerja (terminate), apalagi yang dilakukan secara dadakan, masih sering dialami BMI. Tidak peduli si BMI tergolong baru (new domestic helper) – seperti ditulis Apakabar edisi lalu – maupun BMI lama yang bahkan sudah mendekati finish contract. Dalam kenyataan, BMI yang telah memiliki pengalaman kerja (eks) luar negeri pun rentan menghadapi masalah ini.

Contoh paling gres dialami Sofia, yang ditemui Apakabar di Building House yang dikelola Jessy dan Fatimah. Sofia yang bekerja di rumah majikan yang keturunan Bangladesh, akhirnya terhenti di tengah jalan. ”Hanya sekitar setahun saya bekerja di rumah itu,” tuturnya. Selama itu, menurut penuturan anak buah PT Indo Tak-Tangerang, haknya sebagai BMI dapat ia nikmati tanpa masalah. Baik soal gaji maupun hari libur.

Lalu, kenapa ia di-terminate majikan secara mendadak? ”Mungkin, karena saya sering memecahkan barang milik majikan,” aku anak buah Sweet Home Agency, Times Square, yang juga mengantungi jam terbang bekerja dua tahun di Singapura.
Sofia tak memungkiri, selama bekerja di rumah majikan yang terdiri atas lima anggota keluarga itu, ia memang sering melakukan kesalahan. Ini terkait dengan hobi majikan yang gemar mengoleksi barang-barang, sehingga rumahnya penuh dengan aneka perabotan. ”Entahlah, kenapa majikan nggak mau memotong gaji saya saja, daripada dipulangkan seperti ini,” keluh BMI asal Cilacap ini.

Pemutusan kerja akibat kesalahan kerja juga dialami Nonik Sulistiowati, anak buah Logon Corp, Employment Agency. Bedanya, ia di-terminate menjelang finish contract, sedangkan Sofia di-terminate karena sering memecahkan barang. Uniknya, ibu satu anak asal Madiun ini – menurut pengakuannya – di-PHK hanya gara-gara terlambat mengerjakan perintah majikan. ”Saat itu saya disuruh majikan memasang korden jendela. Karena pekerjaan lagi numpuk, kesempatan belum ada. Majikan kemudian menuduh saya nggak mau nuruti perintah,” ujar Nonik, dengan mimik sedih.

Nonik menuturkan, selama bekerja di rumah majikan, kemarahan, cacian, sudah menjadi makanan sehari-hari. Meski majikan tak pernah melakukan penganiayaan, tetapi menghadapi majikan ”model” begitu tetap saja membuatnya tertekan. Sudah begitu, majikan sering melontarkan ancaman mau meng-interminate. ”Cerewetnya minta ampun, Mbak. Mereka itu kan nggak kerja, jadi setiap hari dikontrol majikan,” kata BMI yang pernah tiga bulan tinggal bulan di PT Lucky Mitra Abadi, Bekasi Timur.

Nonik sangat menyesalkan tindakan majikan yang memulangkannya secara mendadak. Apalagi, pemutusan kerja dilakukan hanya dua bulan menjelang finish. ”Ndak tahulah, barangkali itu cuma alasan majikan saja,” kata BMI yang berangkat ke Hong Kong pada 27 Februari 2006.

Kejadian serupa – pemutusan kerja mendekati finish – juga dialami Yatemi, warga Desa Krebet, Kec. Jambon, Ponorogo. Gara-gara terlambat pulang libur, anak buah Overseas Employment Agency ini di-terminate majikan secara mendadak. Mau tak mau, BMI yang berangkat melalui PT Bangunsari, Pasuruan, ini mesti angkat kaki dari rumah majikan. Ia hanya mengantungi ”pesangon” HK$ 3.487, total angka dari biaya beli tiket, gaji satu bulan, dan akomodasi makan selama perjalanan.

Meskipun BMI yang pernah bekerja di Flat 17 F, Tower 125, 11 Po Yan Street, ini masih tak percaya terhadap pemutusan kerja tersebut, ia terus berusaha mencari majikan baru lagi. Tentu saja, dengan harapan, kisah pertamanya yang berakhir pahit tak terulang kembali.

Pemutusan kontrak kerja, seperti diketahui, memang merupakan fenomena yang jamak terjadi dalam ketenagakerjaan di Hong Kong. Sialnya, banyak kasus terminate yang melanggar aturan. Mengutip Buku Petunjuk Pelayanan di Hong Kong, pemutusan kontrak kerja bisa dilakukan oleh kedua belah pihak. Namun, pemutusan kontrak harus dilakukan sesuai prosedur.

So, apabila pihak BMI yang ingin menghentikan kontrak kerja, ia harus memberitahukan majikan satu bulan sebelumnya secara tertulis. Tetapi jika tanpa pemberitahuan sebelumnya, si BMI harus membayar ke majikan satu bulan gaji. Peraturan yang sama juga berlaku bagi majikan. Namun, majikan berhak menghentikan BMI tanpa membayar satu bulan gaji, apabila BMI melakukan kesalahan. Di antaranya, tidak mematuhi perintah yang sah dan wajar, berperilaku tidak sesuai dengan tugas BMI, tidak jujur atau terbukti melakukan kejahatan, dan selalu lalai dalam melakukan tugas-tugas BMI.

Sedangkan kompensasi yang harus diterima BMI korban terminate yang telah finish contract meliputi: pelunasan gaji yang belum dibayarkan, pembayaran satu bulan gaji (pemutusan kontrak kerja), uang tiket, biaya makan/uang saku perjalanan pulang ke negara asal, pembayaran atas cuti tahunan dan hari libur yang tidak diambil, plkus jumlah lain sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan dan kontrak kerja BMI.

Apabila kontrak kerja dihentikan sebelum waktunya, BMI memiliki izin tinggal selama dua minggu atau biasa dikenal sebagai ”peraturan dua minggu”. Sebelum berakhirnya masa izin tinggal, si BMI hendaknya melapor ke Imigrasi. Kalau tidak, BMI bisa dianggap overstay alias tinggal melebihi batas waktu yang diizinkan pemerintah.

Intinya: kedua belah pihak – majikan maupun BMI – bertanggung jawab untuk memberitahu direktur Imigrasi secara tertulis dalam waktu tujuh hari sejak pemutusan kontrak kerja yang dilakukan sebelum waktunya itu. Masalahnya, ini dia, ketentuan yang sangat terang benderang itu acapkali diabaikan. (Kristina Dian S)

Sabtu, 22 Maret 2008

SAHABAT


Embun tangis basahi rona wajah
Tiada henti dan kan terus begini
Pijakan kaki terus berganti
Meski lorong gelap tlah terlalui

Sahabat
Kepalsuan cinta seorang pria
Tlah menghancurkan ikatan kita bertiga
Kita pecah kita terbelah
Dan akhirnya kita terpisah

Sahabat
Kini kita tlah jauh melangkah
Tinggalkan dermaga persahabatan
Sementara laut lepas masih bernyanyi
Adakah kita kan bertemu lagi?
Tidak hari ini, mungkin esok hari nanti

SAHABAT


Embun tangis basahi rona wajah
Tiada henti dan kan terus begini
Pijakan kaki terus berganti
Meski lorong gelap tlah terlalui

Sahabat
Kepalsuan cinta seorang pria
Tlah menghancurkan ikatan kita bertiga
Kita pecah kita terbelah
Dan akhirnya kita terpisah

Sahabat
Kini kita tlah jauh melangkah
Tinggalkan dermaga persahabatan
Sementara laut lepas masih bernyanyi
Adakah kita kan bertemu lagi?
Tidak hari ini, mungkin esok hari nanti

Senin, 17 Maret 2008

JARANAN BIKIN MELLI KENA HUKUMAN

Melli baru sebulan bergabung di sebuah komunitas kesenian. Meski kerja di Hong Kong dah mendekati lima tahun. Selama itu, Meli bilang tak tertarik ikut berorganisasi. Tetapi sejak nonton penampilan komunitas kesenian jaranan di sebuah acara, tiba-tiba ia memutuskan bergabung.

Bak gayung tersambut, kedatangan Melli disambut dengan baik oleh rekan-rekan barunya yang sesama BMI. Kebetulan pula, pada saat Melli mendaftar, kominitas ini sedang mengenjot tenaga guna persiapan pementasan di Lapangan Victori. Tentu saja, Meli langsung dilibatkan.

Agar bisa latihan dirumah, dipinjamilah kaset, dan perlengkapan baju jaranan oleh senior-seniornya. Tak terkira betapa senang hati Melli mendapat kepercayaan itu. “Kenapa nggak dari dulu gabung di organisasi ya”sesalnya dalam hati. Soalnya apa? Gajinya habis buat chating and shoping. Maklum saja sih, perempuan yang pernah terjerat ama pekerja asal Nepal ini, emang ngikuti life style Hong Kong.

Hari H-nya sudah dekat. Setiap kali usai menyuapi sarapan nenek asuhnya, ia berangkat latihan di kamarnya. Di rumah itu memang tak ada siapa siapa. Hari hari hanya Melli sama nenek tua . Sesekali saja sang nyonya dan tuan datang menenggok orang tuanya.Setiap kali latihan sendiri dikamar, Melli memutar kaset jaranan keras keras, karena sinenek dah mulai berkurang pendengaran. Baju baju jarananpun dikenakan secara lengkap. Alasanya, latihan memakai pakaian agar di waktu tampil nanti ia tak merepotkan bagian tata rias.


Pagi itu Melli beraksi. Bantal guling diibaratkan jaranan, di tunggani, dipukuli, ngikuti irama musik. Sesekali ia berguling-guling dilantai, seperti dalam gambar VCD jaranan. Teledornya Melli, pada saat latihan ia membelakangi pintu kamar. Dan apa yang terjadi ketika kepala Melli menoleh kebelakang??? Sontak ia terperanjat, panic, dan binggung. Mau langsung ganti baju jaranan dan pakai pakaian kerja rasanya kok tidak mungkin. Ah jangankan ganti baju, wong musik aja lupa tak dimatikan. Apa pasal wajah Melli berubah merah??? Rupanya, tanpa Melli sadari, sang tuan dan nyonya telah berdiri dipintu selama 15 menit!

Sedikit kisinan, Melli minta maaf pada majikanya. Ia dimaafkan, tapi dengan syarat: setiap malam selama satu bulan, Melli harus njaran satu kaset dengan pakaian lengkap, plus disaksikan seluruh anggota keluarga majikan! Duh kasihan banget nasib Melli...demi mengenalkan budaya bangsa harus rela kena hukuman.

JARANAN BIKIN MELLI KENA HUKUMAN

Melli baru sebulan bergabung di sebuah komunitas kesenian. Meski kerja di Hong Kong dah mendekati lima tahun. Selama itu, Meli bilang tak tertarik ikut berorganisasi. Tetapi sejak nonton penampilan komunitas kesenian jaranan di sebuah acara, tiba-tiba ia memutuskan bergabung.

Bak gayung tersambut, kedatangan Melli disambut dengan baik oleh rekan-rekan barunya yang sesama BMI. Kebetulan pula, pada saat Melli mendaftar, kominitas ini sedang mengenjot tenaga guna persiapan pementasan di Lapangan Victori. Tentu saja, Meli langsung dilibatkan.

Agar bisa latihan dirumah, dipinjamilah kaset, dan perlengkapan baju jaranan oleh senior-seniornya. Tak terkira betapa senang hati Melli mendapat kepercayaan itu. “Kenapa nggak dari dulu gabung di organisasi ya”sesalnya dalam hati. Soalnya apa? Gajinya habis buat chating and shoping. Maklum saja sih, perempuan yang pernah terjerat ama pekerja asal Nepal ini, emang ngikuti life style Hong Kong.

Hari H-nya sudah dekat. Setiap kali usai menyuapi sarapan nenek asuhnya, ia berangkat latihan di kamarnya. Di rumah itu memang tak ada siapa siapa. Hari hari hanya Melli sama nenek tua . Sesekali saja sang nyonya dan tuan datang menenggok orang tuanya.Setiap kali latihan sendiri dikamar, Melli memutar kaset jaranan keras keras, karena sinenek dah mulai berkurang pendengaran. Baju baju jarananpun dikenakan secara lengkap. Alasanya, latihan memakai pakaian agar di waktu tampil nanti ia tak merepotkan bagian tata rias.


Pagi itu Melli beraksi. Bantal guling diibaratkan jaranan, di tunggani, dipukuli, ngikuti irama musik. Sesekali ia berguling-guling dilantai, seperti dalam gambar VCD jaranan. Teledornya Melli, pada saat latihan ia membelakangi pintu kamar. Dan apa yang terjadi ketika kepala Melli menoleh kebelakang??? Sontak ia terperanjat, panic, dan binggung. Mau langsung ganti baju jaranan dan pakai pakaian kerja rasanya kok tidak mungkin. Ah jangankan ganti baju, wong musik aja lupa tak dimatikan. Apa pasal wajah Melli berubah merah??? Rupanya, tanpa Melli sadari, sang tuan dan nyonya telah berdiri dipintu selama 15 menit!

Sedikit kisinan, Melli minta maaf pada majikanya. Ia dimaafkan, tapi dengan syarat: setiap malam selama satu bulan, Melli harus njaran satu kaset dengan pakaian lengkap, plus disaksikan seluruh anggota keluarga majikan! Duh kasihan banget nasib Melli...demi mengenalkan budaya bangsa harus rela kena hukuman.

Minggu, 16 Maret 2008

DIUSILIN DOSEN UNIVERSITAS TAG

Sebagai “mahasiswi sejati”(he..he..) nuntut aku ntuk nahan hati ketika dijahilin sama dosen. Nih lihat aja,…dah tahu aku lagi nyusun “skripsi”, kok bisa bisanya dikasih PR tambahan (sambil manyun..)
. Bayangin aja dua dosenku, Edy Prasetyo sama Cahkene ngasih materi sama buat aku. Lha aku khan binggung,…..tugas yang mana yang harus aku kerjakan. Tapi untungnya Pak Edy cukup bijak, beliau bilang “ya kerjakan tugas dari dosen yang menurutmu favorit”.
Waduh, aku tambah binggung deh… keduanya dosen idollaku. Harus gimana ya? Setelah lama berpikir, aku memutuskan mengerjakan tugas dari dosen yang pertama memberikan tugas. Tapi bagaimanapun ini suatu pelajaran berharga untukku, agar lain kali gak menunda-nunda kerjaan. He..he…

~~Begin Here~~This is the easy way and the fastest way to :
1. Make your Authority Technoraty explode.
2. Increase your Google Page Rank.
3. Get more traffic to your blog.
4. Makes more new friends.

Rules :
1. Start copy from “Begin Copy” until “End Copy”to your blog.
2. Put your own blog name and link.
3. Tag your friends as much as you can..
Picturing of Life, La Place de Cherie, Chez Francine, Le bric à brac de Cherie, Sorounded by Everything, Moments, A lot to Offer,Blogweblink, Blogcheers, Bloggerminded, Blogofminegal, Like A Dream Come True, Simply Amazing, Amazing Life, Vivek, Novee,DJ Jojo, Cah Kene, Gadis Rantau, ADD YOURSELF HERE!!!

~~END HERE~~

Rule: Copy the entire list and add your name at the bottom. Tag at least 5 friends..!
Thea, Childstar, Mike, Abie, Aggie, Alpha, Apple, Apols, jacqui, Jane,Jodi, Joy, Kelly, Mich, Peachy, Joey, All in Korea, Umsik, Ideal Pink Rose, Ricka, Rickavieves, weblink, Cheers, Gerl, Gentom, Ging,Munchkin, Geneveric, Kavin, Mars, JK, Vivek, Novee, DJ Jojo, Cah Kene, Gadis Rantau, ADD YOURSELF HERE!!!
I would like to share both of this tag to : Anggieliux,BINTANG,BEN-WAE, RIE RIE,
Darma Maruli

Buat kakang-kakang dan mbakyu mbakyu yang ayu…selamat mengerjakan tugas. Eh ngomong ngomong apakah ini dah benar ya?he..he..

DIUSILIN DOSEN UNIVERSITAS TAG

Sebagai “mahasiswi sejati”(he..he..) nuntut aku ntuk nahan hati ketika dijahilin sama dosen. Nih lihat aja,…dah tahu aku lagi nyusun “skripsi”, kok bisa bisanya dikasih PR tambahan (sambil manyun..)
. Bayangin aja dua dosenku, Edy Prasetyo sama Cahkene ngasih materi sama buat aku. Lha aku khan binggung,…..tugas yang mana yang harus aku kerjakan. Tapi untungnya Pak Edy cukup bijak, beliau bilang “ya kerjakan tugas dari dosen yang menurutmu favorit”.
Waduh, aku tambah binggung deh… keduanya dosen idollaku. Harus gimana ya? Setelah lama berpikir, aku memutuskan mengerjakan tugas dari dosen yang pertama memberikan tugas. Tapi bagaimanapun ini suatu pelajaran berharga untukku, agar lain kali gak menunda-nunda kerjaan. He..he…

~~Begin Here~~This is the easy way and the fastest way to :
1. Make your Authority Technoraty explode.
2. Increase your Google Page Rank.
3. Get more traffic to your blog.
4. Makes more new friends.

Rules :
1. Start copy from “Begin Copy” until “End Copy”to your blog.
2. Put your own blog name and link.
3. Tag your friends as much as you can..
Picturing of Life, La Place de Cherie, Chez Francine, Le bric à brac de Cherie, Sorounded by Everything, Moments, A lot to Offer,Blogweblink, Blogcheers, Bloggerminded, Blogofminegal, Like A Dream Come True, Simply Amazing, Amazing Life, Vivek, Novee,DJ Jojo, Cah Kene, Gadis Rantau, ADD YOURSELF HERE!!!

~~END HERE~~

Rule: Copy the entire list and add your name at the bottom. Tag at least 5 friends..!
Thea, Childstar, Mike, Abie, Aggie, Alpha, Apple, Apols, jacqui, Jane,Jodi, Joy, Kelly, Mich, Peachy, Joey, All in Korea, Umsik, Ideal Pink Rose, Ricka, Rickavieves, weblink, Cheers, Gerl, Gentom, Ging,Munchkin, Geneveric, Kavin, Mars, JK, Vivek, Novee, DJ Jojo, Cah Kene, Gadis Rantau, ADD YOURSELF HERE!!!
I would like to share both of this tag to : Anggieliux,BINTANG,BEN-WAE, RIE RIE,
Darma Maruli

Buat kakang-kakang dan mbakyu mbakyu yang ayu…selamat mengerjakan tugas. Eh ngomong ngomong apakah ini dah benar ya?he..he..

Kamis, 13 Maret 2008

Prakter Underpayment: MENUNGGU SIKAP TEGAS PEMERINTAH

CAUSEWAY BAY –
Dengan dukungan Komite Anti-Diskriminasi bagi Perempuan se-Dunia (CEDAW) Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Coalition for Migrants’ Right (CMR), Koalisi Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong (Kotkiho) kembali melancarkan kampanye lewat aksi unjuk rasa pada Minggu.


Tak berbeda dengan aksi pertama, yang digelar dua pekan sebelumnya, kampanye kali
ini juga dimeriahkan dengan panggung hiburan di lapangan Victory. Hiburan disuguhkan, sebelum rombongan – yang jumlahnya mencapai 2.000 orang – memulai arak-arakan menuju KJRI, Legislative Council, sebelum berakhir di Government Office Hong Kong
Isu yang mereka angkat: mendesak pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas terhadap praktek underpayment dan biaya agen yang terlalu mahal. Mereka juga menuntut pemerintah HK mencabut aturan dua minggu (two week rule).
Untuk mengetahui lebih jauh ihwal tuntutan yang terus diperjuangkan komunitas BMI ini, Apakabar mewawancarai Ketua Indonesian Migrant Worker Union (IMU) Sartiwen. Petikannya:
Menurut Anda, apa sebenarnya faktor kunci yang memicu ptaktek underpayment?

Bagi saya, maraknya praktek underpay – yang dialami oleh 42 persen BMI di HK (data 2004) – berawal dari agen HK. Mereka berupaya memenuhi tuntutan pasar, terkait dengan permintaan majikan yang mencari buruh dengan gaji di bawah standar. Dari sini, agen berpotensi menawarkan BMI dengan harga murah. Lalu, bersama-sama dengan PJTKI, mereka mengatur penempatan BMI dengan sedemikian rapi. Makanya, sejak di penampungan, kita sering mendengar istilah gaji plan A dan plan B.

Maksudnya?
Konon, plan A diterapkan untuk BMI yang sudah punya pengalaman bekerja di luar negeri (eks). Sehingga, ia bisa dipekerjakan ke negara tujuan dengan harga tawar tinggi atau memperoleh haknya sebagai pekerja sesuai peraturan negara setempat. Sementara, BMI yang masih minim pengalaman, dikelompokkan dalam kategori plan B. Ia dipekerjakan dengan gaji di bawah standar dan tanpa hak libur.

Di sini, BMI mengira, PJTKI memberlakukan peraturan tersebut berdasarkan pengalaman kerja yang dimiliki BMI. Padahal, sejujurnya mereka tidak tahu jika sudah menjadi korban dari permainan peraturan bikinan PJTKI. Mereka cenderung menerima begitu saja dikasih plan B. Artinya, mereka juga tidak tahu sudah melanggar hukum ketenagakerjaan di negara tujuan.

Bukankah pemerintah seharusnya membekali pengetahuan tentang hak dan kewajiban BMI sebelum berangkat?
Itulah yang kami sayangkan. Kenapa pemerintah tidak berupaya melakukan itu, sehingga berakibat BMI melanggar kontrak kerja. Padahal, pemerintah punya kesempatan untuk itu. Misal, ketika calon BMI mengikuti seminar sehari di Disnaker sebelum diberangkatkan ke luar negeri.

Kalau warga HK (majikan) dianggap berperan dalam memicu praktek underpayment, bukankah mereka bisa terjerat aturan pemerintahnya sendiri?
Pemerintah HK memang memberikan sejumlah perlindungan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan (Employment Ordinance). Namun, faktanya, masih banyak masyarakat maupun agen HK yang melakukan pelanggaran kontrak. Seharusnya, pemerintah HK ikut bertanggung jawab memberikan pendidikan dan penyadaran hukum pada masyarakatnya.

Atau, jangan-jangan, BMI sendiri takut melaporkan majikan yang melanggar ketentuan upah?
Siapa bilang BMI tak berani melapor? Tiap tahun, tak kurang dari 150 BMI korban gaji bawah standar yang melaporkan majikannya. Bahkan sampai mengajukan gugatan, baik ke Labour Departement maupun Labor Tribunal. Kenyataannya, hingga kini tak satu pun majikan yang menerima hukuman sesuai ketentuan hukum yang tertulis dalam HK Employment Ordinance. Padahal, di situ jelas dinyatakan: majikan yang telah terbukti memberikan gaji tidak sesuai ketentuan upah yang berlaku, akan terancam hukuman penjara 1,5 tahun dan denda sebesar HK$ 350.000.

Selain ”rancangan” yang apik dan sistematis antara majikan, agen, dan PJTKI, adakah penyebab lain?
Ada, penyebabnya adalah biaya tinggi yang dipatok agen. Menurut kami, peraturan mereka sangat keterlaluan. Bayangkan, bagi new domestic helper diharuskan membayar potongan HK$ 21.000, dicicil selama tujuh bulan berturut-turut (@ HK$ 3.000) dengan sistem potong gaji. Padahal, dalam UU Kebijakan Upah Minimum (Minimum Allowable Wage), agen hanya diizinkan mengambil 10% dari gaji pertama.

Yang lebih menyedihkan, setelah BMI kelar membayar potongan agen, mereka kadang harus bersiap menghadapi masalah di-PHK majikan. Modusnya: setelah BMI lunas membayar potongan, si agen berulah dengan menawari majikan untuk mencarikan pembantu baru. Dengan begitu, ia bisa kembali menarik keuntungan dari BMI yang baru. Celakanya, sampai sekarang, pemerintah kita tidak bisa secara tegas menindak agen dan PJTKI, bahkan terkesan dibiarkan berlarut-larut.

Sudah ada upaya berdialog secara nasional?
Wah, yang namanya dialog sudah sering kami lakukan. Contoh, pada 14 Mei 2006 di Causeway Bay. Dialog tersebut dihadiri oleh seluruh anggota Kotkiho, ketua Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), Christian Action, Konsulat, Labour Departement, Oxfam, Persatuan PJTKI, Hokindo, Kopbumi (LSM NGO), AMC, dan Darnat Peka Bumi. Setelah itu, katanya akan diadakan pertemuan lagi pada Agustus 2006. Nyatanya, sampai sekarang (Desember, Red.) belum ada kelanjutan.

Kesan Anda terhadap pertemuan itu?
Mengecewakan! Saya benar-benar kecewa dengan pihak pemerintah Indonesia. Masak, jauh-jauh datang dari Jakarta, pas waktunya meeting, eh malah tertidur di meja ruang rapat. Ini pertanda, pemerintah tidak serius membahas masalah BMI. Padahal mereka datang ke HK dengan duit dari anggaran negara.

Kalau lobi internasional?
Itu juga tidak kurang. Antara lain, lewat rapat di sidang ILO di Jeneva pada 2003. Agustus 2006, IMWU juga mengirim seorang delegasi untuk menghadiri sidang ke-36 Komite Anti-Diskriminasi bagi Perempuan di seluruh dunia (CEDAW) PBB di New York. Dalam kesempatan itu, kami berhasil memasukkan beberapa isu buruh migran. Di antaranya, kebijakan New Condition of Stay (NCS) dan Two Week Rule atau aturan dua minggu, yang selama ini juga kami perangi. (Kristina Dian S)

Prakter Underpayment: MENUNGGU SIKAP TEGAS PEMERINTAH

CAUSEWAY BAY –
Dengan dukungan Komite Anti-Diskriminasi bagi Perempuan se-Dunia (CEDAW) Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Coalition for Migrants’ Right (CMR), Koalisi Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong (Kotkiho) kembali melancarkan kampanye lewat aksi unjuk rasa pada Minggu.


Tak berbeda dengan aksi pertama, yang digelar dua pekan sebelumnya, kampanye kali
ini juga dimeriahkan dengan panggung hiburan di lapangan Victory. Hiburan disuguhkan, sebelum rombongan – yang jumlahnya mencapai 2.000 orang – memulai arak-arakan menuju KJRI, Legislative Council, sebelum berakhir di Government Office Hong Kong
Isu yang mereka angkat: mendesak pemerintah Indonesia untuk bersikap tegas terhadap praktek underpayment dan biaya agen yang terlalu mahal. Mereka juga menuntut pemerintah HK mencabut aturan dua minggu (two week rule).
Untuk mengetahui lebih jauh ihwal tuntutan yang terus diperjuangkan komunitas BMI ini, Apakabar mewawancarai Ketua Indonesian Migrant Worker Union (IMU) Sartiwen. Petikannya:
Menurut Anda, apa sebenarnya faktor kunci yang memicu ptaktek underpayment?

Bagi saya, maraknya praktek underpay – yang dialami oleh 42 persen BMI di HK (data 2004) – berawal dari agen HK. Mereka berupaya memenuhi tuntutan pasar, terkait dengan permintaan majikan yang mencari buruh dengan gaji di bawah standar. Dari sini, agen berpotensi menawarkan BMI dengan harga murah. Lalu, bersama-sama dengan PJTKI, mereka mengatur penempatan BMI dengan sedemikian rapi. Makanya, sejak di penampungan, kita sering mendengar istilah gaji plan A dan plan B.

Maksudnya?
Konon, plan A diterapkan untuk BMI yang sudah punya pengalaman bekerja di luar negeri (eks). Sehingga, ia bisa dipekerjakan ke negara tujuan dengan harga tawar tinggi atau memperoleh haknya sebagai pekerja sesuai peraturan negara setempat. Sementara, BMI yang masih minim pengalaman, dikelompokkan dalam kategori plan B. Ia dipekerjakan dengan gaji di bawah standar dan tanpa hak libur.

Di sini, BMI mengira, PJTKI memberlakukan peraturan tersebut berdasarkan pengalaman kerja yang dimiliki BMI. Padahal, sejujurnya mereka tidak tahu jika sudah menjadi korban dari permainan peraturan bikinan PJTKI. Mereka cenderung menerima begitu saja dikasih plan B. Artinya, mereka juga tidak tahu sudah melanggar hukum ketenagakerjaan di negara tujuan.

Bukankah pemerintah seharusnya membekali pengetahuan tentang hak dan kewajiban BMI sebelum berangkat?
Itulah yang kami sayangkan. Kenapa pemerintah tidak berupaya melakukan itu, sehingga berakibat BMI melanggar kontrak kerja. Padahal, pemerintah punya kesempatan untuk itu. Misal, ketika calon BMI mengikuti seminar sehari di Disnaker sebelum diberangkatkan ke luar negeri.

Kalau warga HK (majikan) dianggap berperan dalam memicu praktek underpayment, bukankah mereka bisa terjerat aturan pemerintahnya sendiri?
Pemerintah HK memang memberikan sejumlah perlindungan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan (Employment Ordinance). Namun, faktanya, masih banyak masyarakat maupun agen HK yang melakukan pelanggaran kontrak. Seharusnya, pemerintah HK ikut bertanggung jawab memberikan pendidikan dan penyadaran hukum pada masyarakatnya.

Atau, jangan-jangan, BMI sendiri takut melaporkan majikan yang melanggar ketentuan upah?
Siapa bilang BMI tak berani melapor? Tiap tahun, tak kurang dari 150 BMI korban gaji bawah standar yang melaporkan majikannya. Bahkan sampai mengajukan gugatan, baik ke Labour Departement maupun Labor Tribunal. Kenyataannya, hingga kini tak satu pun majikan yang menerima hukuman sesuai ketentuan hukum yang tertulis dalam HK Employment Ordinance. Padahal, di situ jelas dinyatakan: majikan yang telah terbukti memberikan gaji tidak sesuai ketentuan upah yang berlaku, akan terancam hukuman penjara 1,5 tahun dan denda sebesar HK$ 350.000.

Selain ”rancangan” yang apik dan sistematis antara majikan, agen, dan PJTKI, adakah penyebab lain?
Ada, penyebabnya adalah biaya tinggi yang dipatok agen. Menurut kami, peraturan mereka sangat keterlaluan. Bayangkan, bagi new domestic helper diharuskan membayar potongan HK$ 21.000, dicicil selama tujuh bulan berturut-turut (@ HK$ 3.000) dengan sistem potong gaji. Padahal, dalam UU Kebijakan Upah Minimum (Minimum Allowable Wage), agen hanya diizinkan mengambil 10% dari gaji pertama.

Yang lebih menyedihkan, setelah BMI kelar membayar potongan agen, mereka kadang harus bersiap menghadapi masalah di-PHK majikan. Modusnya: setelah BMI lunas membayar potongan, si agen berulah dengan menawari majikan untuk mencarikan pembantu baru. Dengan begitu, ia bisa kembali menarik keuntungan dari BMI yang baru. Celakanya, sampai sekarang, pemerintah kita tidak bisa secara tegas menindak agen dan PJTKI, bahkan terkesan dibiarkan berlarut-larut.

Sudah ada upaya berdialog secara nasional?
Wah, yang namanya dialog sudah sering kami lakukan. Contoh, pada 14 Mei 2006 di Causeway Bay. Dialog tersebut dihadiri oleh seluruh anggota Kotkiho, ketua Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI), Christian Action, Konsulat, Labour Departement, Oxfam, Persatuan PJTKI, Hokindo, Kopbumi (LSM NGO), AMC, dan Darnat Peka Bumi. Setelah itu, katanya akan diadakan pertemuan lagi pada Agustus 2006. Nyatanya, sampai sekarang (Desember, Red.) belum ada kelanjutan.

Kesan Anda terhadap pertemuan itu?
Mengecewakan! Saya benar-benar kecewa dengan pihak pemerintah Indonesia. Masak, jauh-jauh datang dari Jakarta, pas waktunya meeting, eh malah tertidur di meja ruang rapat. Ini pertanda, pemerintah tidak serius membahas masalah BMI. Padahal mereka datang ke HK dengan duit dari anggaran negara.

Kalau lobi internasional?
Itu juga tidak kurang. Antara lain, lewat rapat di sidang ILO di Jeneva pada 2003. Agustus 2006, IMWU juga mengirim seorang delegasi untuk menghadiri sidang ke-36 Komite Anti-Diskriminasi bagi Perempuan di seluruh dunia (CEDAW) PBB di New York. Dalam kesempatan itu, kami berhasil memasukkan beberapa isu buruh migran. Di antaranya, kebijakan New Condition of Stay (NCS) dan Two Week Rule atau aturan dua minggu, yang selama ini juga kami perangi. (Kristina Dian S)

Selasa, 11 Maret 2008

Konsultasi Psikologi, Agar BMI Tak Hilang Akal Sehat

CAUSEWAY BAY – Pikiran yang tidak stabil niscaya akan mempengaruhi aktivitas. Percaya atau tidak, hal itu banyak terjadi dan dialami oleh hampir semua orang. Ketika rasa suntuk datang, aktivitas pun menurun. Itulah yang disebut stres. Tak jarang, si penderita kehilangan akal sehat dan melakukan tindakan di luar perhitungan. Bahkan, ada yang sampai nekat melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Peduli akan hal itu, KJRI kembali mendatangkan dua psikolog dari Jakarta: Samsul Bahri dan Ira Sakti Artini, untuk memberikan penyuluhan dan konsultasi psikologi kepada para BMI di Hong Kong. Mengutip Konsul Ketenagakerjaan Sri Setyowati, BMI di HK sangat memerlukan pencerahan untuk membuang keluh kesah. ”Mereka butuh tempat berkeluh kesah yang benar-benar memahami permasalahan psikis. Kita harapkan, kehadiran para psikolog ini bisa meringankan beban pikiran teman-teman,” kata Sri kepada Apakabar.
Penyuluhan sudah dimulai sejak 17 Juni di Taipo dan Yuen Long, 19 Juni di Victoria Park, dan terakhir pada 24 Juni di Masjid Tsim Sha Tsui. Dengan mendatangkan dua ahli yang ”buka praktek” berpindah-pindah di beberapa tempat, misi dari kegiatan ini diharapkan bisa tercapai dan tepat sasaran. Dari pemilihan tempat praktek yang biasa digunakan untuk mangkal BMI, KJRI sepertinya sengaja menggunakan pola jemput bola.

Menghadapi aneka kasus atau keluhan peserta, kedua pakar mengaku selalu berusaha memberikan bimbingan dan pemecahan ihwal bagaimana seharusnya menyikapi masalah-masalah yang mereka hadapi. Selain dengan mengajak peserta meluapkan keluhan batinnya, juga memberikan solusi untuk kuat menghadapi problem yang menimpa. Kedua pakar membenarkan, BMI memang sangat butuh perhatian untuk menampung keluh kesah. Utamanya, terkait dengan perasaan terikat si pekerja selama berada di rumah majikan. ”Sedangkan pikiran yang tersudut dipicu oleh berbagai persoalan, yang itu membuat beban psikis makin menumpuk,” kata Ira Sakti.

Lebih jauh, penyuluhan dan konsultasi psikologi ini juga diharapkan dapat membantu BMI meringankan keluhan psikis dan mengurangi kemungkinan dampak buruk yang bisa terjadi. Kata Ira, seseorang yang menderita stres bisa saja berbuat nekat. Contoh konkret, terjadinya kasus bunuh diri yang dipicu oleh macetnya pikiran ketika seseorang merasakan beban batinnya terlalu berat. Karena akal sehat tidak bekerja, yang ia rasakan hanya kebuntuan, hingga akhirnya membuatnya nekat mengakhiri hidup. ”Handphone saya tak pernah senggang dari penelepon. Bahkan, ada yang curhat lewat SMS,” aku Ira Sakti.

Batal, Penyuluhan di Toko Abadi

Tidak semua kegiatan penyuluhan berjalan sesuai rencana. Minggu (17/6), saat hendak buka praktek di Toko Abadi-Taipo, toko keburu sepi pengunjung. Mungkin, hal itu terjadi karena tim KJRI datang kelewat sore (pukul 4), saat sebagian besar BMI sudah meninggalkan toko. Padahal, sebagai tempat yang disebut-sebut kerap menjadi ajang ”pernikahan” kaum pencinta sesama jenis, Toko Abadi jelas sasaran penting untuk disinggahi para psikolog. ”Dalam psikologi, hubungan sejenis termasuk salah satu bentuk kelainan kejiwaan,” kata Ira.

”Kekhasan” Toko Abadi – di luar menu dan pelayanan yang oke punya – itu pula yang membuat banyak pihak sering berkunjung ke toko milik Mr. Liem ini untuk berbagai kegiatan. Mulai dari melakukan riset, menggelar kegiatan keagamaan, penyuluhan ketenagakerjaan, dll. Hari Minggu itu, sebelum rombongan KJRI tiba, toko yang menyajikan aneka masakan khas Indonesia ini sebenarnya sempat disewa oleh sekelompok BMI yang menggelar pesta ulang tahun.

Namun, pesta yang ingar bingar oleh suara musik itu sudah berakhir pukul 2.30. Seiring dengan berakhirnya acara, banyak pengunjung langsung meninggalkan tempat. Alhasil, rencana buka praktek konsultasi psikologi di toko yang terletak di Wai Yi Street 1-7 itu pun urung terlaksana. ”Niat kita memang mau kasih penyuluhan, tapi karena rombongan kami lebih banyak ketimbang pengunjung toko, ya batal,” tutur Sri Setyowati.

Sri menambahkan, selain hendak bertemu dengan BMI yang bekerja di kawasan Taipo, tim KJRI sebenarnya juga berencana berdialog dengan komunitas pencinta sesama sebagai salah satu sasaran program konsultasi psikologi hari itu. Lantaran toko telanjur sepi, kegiatan penyuluhan di Taipo hanya berlangsung di sekretariat organisasi Majelis Taklim. (NAD/KDS)




Konsultasi Psikologi, Agar BMI Tak Hilang Akal Sehat

CAUSEWAY BAY – Pikiran yang tidak stabil niscaya akan mempengaruhi aktivitas. Percaya atau tidak, hal itu banyak terjadi dan dialami oleh hampir semua orang. Ketika rasa suntuk datang, aktivitas pun menurun. Itulah yang disebut stres. Tak jarang, si penderita kehilangan akal sehat dan melakukan tindakan di luar perhitungan. Bahkan, ada yang sampai nekat melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Peduli akan hal itu, KJRI kembali mendatangkan dua psikolog dari Jakarta: Samsul Bahri dan Ira Sakti Artini, untuk memberikan penyuluhan dan konsultasi psikologi kepada para BMI di Hong Kong. Mengutip Konsul Ketenagakerjaan Sri Setyowati, BMI di HK sangat memerlukan pencerahan untuk membuang keluh kesah. ”Mereka butuh tempat berkeluh kesah yang benar-benar memahami permasalahan psikis. Kita harapkan, kehadiran para psikolog ini bisa meringankan beban pikiran teman-teman,” kata Sri kepada Apakabar.
Penyuluhan sudah dimulai sejak 17 Juni di Taipo dan Yuen Long, 19 Juni di Victoria Park, dan terakhir pada 24 Juni di Masjid Tsim Sha Tsui. Dengan mendatangkan dua ahli yang ”buka praktek” berpindah-pindah di beberapa tempat, misi dari kegiatan ini diharapkan bisa tercapai dan tepat sasaran. Dari pemilihan tempat praktek yang biasa digunakan untuk mangkal BMI, KJRI sepertinya sengaja menggunakan pola jemput bola.

Menghadapi aneka kasus atau keluhan peserta, kedua pakar mengaku selalu berusaha memberikan bimbingan dan pemecahan ihwal bagaimana seharusnya menyikapi masalah-masalah yang mereka hadapi. Selain dengan mengajak peserta meluapkan keluhan batinnya, juga memberikan solusi untuk kuat menghadapi problem yang menimpa. Kedua pakar membenarkan, BMI memang sangat butuh perhatian untuk menampung keluh kesah. Utamanya, terkait dengan perasaan terikat si pekerja selama berada di rumah majikan. ”Sedangkan pikiran yang tersudut dipicu oleh berbagai persoalan, yang itu membuat beban psikis makin menumpuk,” kata Ira Sakti.

Lebih jauh, penyuluhan dan konsultasi psikologi ini juga diharapkan dapat membantu BMI meringankan keluhan psikis dan mengurangi kemungkinan dampak buruk yang bisa terjadi. Kata Ira, seseorang yang menderita stres bisa saja berbuat nekat. Contoh konkret, terjadinya kasus bunuh diri yang dipicu oleh macetnya pikiran ketika seseorang merasakan beban batinnya terlalu berat. Karena akal sehat tidak bekerja, yang ia rasakan hanya kebuntuan, hingga akhirnya membuatnya nekat mengakhiri hidup. ”Handphone saya tak pernah senggang dari penelepon. Bahkan, ada yang curhat lewat SMS,” aku Ira Sakti.

Batal, Penyuluhan di Toko Abadi

Tidak semua kegiatan penyuluhan berjalan sesuai rencana. Minggu (17/6), saat hendak buka praktek di Toko Abadi-Taipo, toko keburu sepi pengunjung. Mungkin, hal itu terjadi karena tim KJRI datang kelewat sore (pukul 4), saat sebagian besar BMI sudah meninggalkan toko. Padahal, sebagai tempat yang disebut-sebut kerap menjadi ajang ”pernikahan” kaum pencinta sesama jenis, Toko Abadi jelas sasaran penting untuk disinggahi para psikolog. ”Dalam psikologi, hubungan sejenis termasuk salah satu bentuk kelainan kejiwaan,” kata Ira.

”Kekhasan” Toko Abadi – di luar menu dan pelayanan yang oke punya – itu pula yang membuat banyak pihak sering berkunjung ke toko milik Mr. Liem ini untuk berbagai kegiatan. Mulai dari melakukan riset, menggelar kegiatan keagamaan, penyuluhan ketenagakerjaan, dll. Hari Minggu itu, sebelum rombongan KJRI tiba, toko yang menyajikan aneka masakan khas Indonesia ini sebenarnya sempat disewa oleh sekelompok BMI yang menggelar pesta ulang tahun.

Namun, pesta yang ingar bingar oleh suara musik itu sudah berakhir pukul 2.30. Seiring dengan berakhirnya acara, banyak pengunjung langsung meninggalkan tempat. Alhasil, rencana buka praktek konsultasi psikologi di toko yang terletak di Wai Yi Street 1-7 itu pun urung terlaksana. ”Niat kita memang mau kasih penyuluhan, tapi karena rombongan kami lebih banyak ketimbang pengunjung toko, ya batal,” tutur Sri Setyowati.

Sri menambahkan, selain hendak bertemu dengan BMI yang bekerja di kawasan Taipo, tim KJRI sebenarnya juga berencana berdialog dengan komunitas pencinta sesama sebagai salah satu sasaran program konsultasi psikologi hari itu. Lantaran toko telanjur sepi, kegiatan penyuluhan di Taipo hanya berlangsung di sekretariat organisasi Majelis Taklim. (NAD/KDS)




Jumat, 07 Maret 2008

MBAK TIWUK..

Namanya, Tiwuk, Tina dan Tika. Ketiganya usia sebaya yaitu sekitar 35 tahun. Kalo liburan tiba, mereka selalu bertiga, sekalipun kekamar mandi. He..he..
Keunikan laen dari ketiga bmi yang mengikararkan diri sebagai tiga serangakai, ialah makan dan soal pakaian. Melihat mereka makan, bikin perut kenyang. Makanan apapun ditelan tanpa sedikitpun mau memberikan sedikit ruang buat alat pencernaaan. Tapi gak pernah sakit perut tuh katanya..


Nah, Liburan minggu kemarin, mereka pakai pakaian seragam. Celana, jaket, slayer, dan kaos doreng ala TNI. Ada tulisan ARMY di saku depannya lho. Walah, pokonya mirip pejuang 45. Soal pakaian seperti itu sich, sudah bukan sesuatu yang aneh. Gak ada tuh yang merhatiin. Paling-paling supir theng-theng.he..he..
Tengah hari, Mbak Tiwuk, Mbak Tina dan Mbak Tika masuk swalayan Indonesia. Swalayan yang menyediakan kebutuhan pokok indonesia. Ini sudah menjadi rutinitas, tiap kali mereka ketemuan. Shoping, ngelaba keliling victory, atau sekedar mejeng di star ferry.
Tahu Tina dan Tika beli kaset lagu indonesia, tiwuk ikut ikutan pula. Padahal mbak yang lengenya gede itu ngaku kalo walkmannya dah lama gak berfungsi alias rusak. Dia mikirnya se, mau pakai tipenya majikan, kalo kedua majikanya dah berangkat kerja.

Seperti rencana semula. Keesokanya Mbak Tiwuk nyolong nyetel kaset dangdut yang dibelinya kemarin. Sreeeeg! Kaset dimasukkan ke wadahnya. Eit gak mau jalan tuh kaset. Mbak Tiwuk memerikasa seluruh kabel, tapi katanya gak ada masalah. Tombol on dipencet, kasetpun masuk. " Lho kok ra ono suarane?''mengerutulah dia. susah susah masukkan kaset, sekarang malah gak keluar suara. Tombol volume di besarkan juga tetap tak ada suara. Di pencet pencet tetap gak ada suara, Mbak Tiwuk pun jengkel. Kalo dah jengkel gitu, yo nelepon kedua sahabatnya. Maksudnya ngadu dan minta saran gitu lho. Kalo tina nyaranin supaya nunggu beberapa saat, mungkin loading. Mbak tiwuk ngeyel, pita kaset katanya dah jalan setengah. Kalo Mbak Tika menyarankan membatalkan ndegar musik. Tiwuk nurut, gak jadi nyetel kaset.

La dalah...begitu kaset akan diambil, pintu kaset tak bisa di buka. Di cukit-cukit pakai ujung kuku juga tetap tak bisa. Mbak Tiwuk pun ngambil pisau, dicungkil pelan biar kasetnya mau keluar. "yeee..kok tetap gak bisa?''Mbak Tiwuk mulai merutuk.he..he..si kaset tetep ra obah blas.

Takut barang majikane rusak, Mbak Tiwuk inipun mbawa tip lengkap dengan kabel-kabelnya ketempat reparasi electronik yang jaraknya 1 KM dari rumah majikan. Duh gusti..sampai ditempat ini dia malah ditertawain bahkan dicaci maki sama pak reparasi. Karuan saja orang orang yang ada disekitar itu juga turut ngedumbel. Apa pasal?
O...itu lho...tadi Mbak Yu kita yang satu itu, lupa atau mungkin gak tahu kali ya? Tombol OPEN belum ditekan!

MBAK TIWUK..

Namanya, Tiwuk, Tina dan Tika. Ketiganya usia sebaya yaitu sekitar 35 tahun. Kalo liburan tiba, mereka selalu bertiga, sekalipun kekamar mandi. He..he..
Keunikan laen dari ketiga bmi yang mengikararkan diri sebagai tiga serangakai, ialah makan dan soal pakaian. Melihat mereka makan, bikin perut kenyang. Makanan apapun ditelan tanpa sedikitpun mau memberikan sedikit ruang buat alat pencernaaan. Tapi gak pernah sakit perut tuh katanya..


Nah, Liburan minggu kemarin, mereka pakai pakaian seragam. Celana, jaket, slayer, dan kaos doreng ala TNI. Ada tulisan ARMY di saku depannya lho. Walah, pokonya mirip pejuang 45. Soal pakaian seperti itu sich, sudah bukan sesuatu yang aneh. Gak ada tuh yang merhatiin. Paling-paling supir theng-theng.he..he..
Tengah hari, Mbak Tiwuk, Mbak Tina dan Mbak Tika masuk swalayan Indonesia. Swalayan yang menyediakan kebutuhan pokok indonesia. Ini sudah menjadi rutinitas, tiap kali mereka ketemuan. Shoping, ngelaba keliling victory, atau sekedar mejeng di star ferry.
Tahu Tina dan Tika beli kaset lagu indonesia, tiwuk ikut ikutan pula. Padahal mbak yang lengenya gede itu ngaku kalo walkmannya dah lama gak berfungsi alias rusak. Dia mikirnya se, mau pakai tipenya majikan, kalo kedua majikanya dah berangkat kerja.

Seperti rencana semula. Keesokanya Mbak Tiwuk nyolong nyetel kaset dangdut yang dibelinya kemarin. Sreeeeg! Kaset dimasukkan ke wadahnya. Eit gak mau jalan tuh kaset. Mbak Tiwuk memerikasa seluruh kabel, tapi katanya gak ada masalah. Tombol on dipencet, kasetpun masuk. " Lho kok ra ono suarane?''mengerutulah dia. susah susah masukkan kaset, sekarang malah gak keluar suara. Tombol volume di besarkan juga tetap tak ada suara. Di pencet pencet tetap gak ada suara, Mbak Tiwuk pun jengkel. Kalo dah jengkel gitu, yo nelepon kedua sahabatnya. Maksudnya ngadu dan minta saran gitu lho. Kalo tina nyaranin supaya nunggu beberapa saat, mungkin loading. Mbak tiwuk ngeyel, pita kaset katanya dah jalan setengah. Kalo Mbak Tika menyarankan membatalkan ndegar musik. Tiwuk nurut, gak jadi nyetel kaset.

La dalah...begitu kaset akan diambil, pintu kaset tak bisa di buka. Di cukit-cukit pakai ujung kuku juga tetap tak bisa. Mbak Tiwuk pun ngambil pisau, dicungkil pelan biar kasetnya mau keluar. "yeee..kok tetap gak bisa?''Mbak Tiwuk mulai merutuk.he..he..si kaset tetep ra obah blas.

Takut barang majikane rusak, Mbak Tiwuk inipun mbawa tip lengkap dengan kabel-kabelnya ketempat reparasi electronik yang jaraknya 1 KM dari rumah majikan. Duh gusti..sampai ditempat ini dia malah ditertawain bahkan dicaci maki sama pak reparasi. Karuan saja orang orang yang ada disekitar itu juga turut ngedumbel. Apa pasal?
O...itu lho...tadi Mbak Yu kita yang satu itu, lupa atau mungkin gak tahu kali ya? Tombol OPEN belum ditekan!

Rabu, 05 Maret 2008

HUMAN RIGHTS

Segala bentuk diskriminatif, merupakan pelanggaran atas undang-undang hak asasi manusia internasional. Seperti yang tercantum dalam Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)dan Konvensi tentang Hak-hak Anak (CRC).


Indonesia telah meratifikasi beberapa Konfensi ILO, termasuk Konvensi Kerja Paksa ILO, Bentuk-bentuk Terburuk dari pekerja anak, dan Konvensi ILO tentang Hak berorganisasi dan Perundingan Kolektif, serta kewajiban melindungi hak pekerja. Tetapi dalam hukum dan dalam praktek, hak pekerja, perempuan pekerja bahkan perlindungan terhadap anak anak masih jauh dari harapan. Sampai sejauh ini banyak warga kita yang mengalami bentuk penindasan. Hak (upah,libur,ruang gerak) terampas, mengalami pelecehan seksual, fisik, termasuk psikologi

Tidak sedikit jasa penyalur yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat terhadap calon pekerja perempuan indonesia. Janjinya dipekerjakan dalam sektor yang sesuai dalam kontrak kerja, nyatanya justru dipekerjakan sebagai PSK. Meski traffiking menjadi salah satu isu globalisasi. faktanya -ada ada saja - anak dibawah usiapun dijadikan korban, dijadikan barang komoditi. Lalu, dimanakah letak nurani kita sebagai manusia?

HUMAN RIGHTS

Segala bentuk diskriminatif, merupakan pelanggaran atas undang-undang hak asasi manusia internasional. Seperti yang tercantum dalam Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)dan Konvensi tentang Hak-hak Anak (CRC).


Indonesia telah meratifikasi beberapa Konfensi ILO, termasuk Konvensi Kerja Paksa ILO, Bentuk-bentuk Terburuk dari pekerja anak, dan Konvensi ILO tentang Hak berorganisasi dan Perundingan Kolektif, serta kewajiban melindungi hak pekerja. Tetapi dalam hukum dan dalam praktek, hak pekerja, perempuan pekerja bahkan perlindungan terhadap anak anak masih jauh dari harapan. Sampai sejauh ini banyak warga kita yang mengalami bentuk penindasan. Hak (upah,libur,ruang gerak) terampas, mengalami pelecehan seksual, fisik, termasuk psikologi

Tidak sedikit jasa penyalur yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat terhadap calon pekerja perempuan indonesia. Janjinya dipekerjakan dalam sektor yang sesuai dalam kontrak kerja, nyatanya justru dipekerjakan sebagai PSK. Meski traffiking menjadi salah satu isu globalisasi. faktanya -ada ada saja - anak dibawah usiapun dijadikan korban, dijadikan barang komoditi. Lalu, dimanakah letak nurani kita sebagai manusia?

Sabtu, 01 Maret 2008

LOST OF THE WORLD

TULUS IHKLAS KULEPAS KEPERGIANNYA DARI SUDUT HATI
AKU MENCOBA UNTUK TIDAK MENANGISINYA LAGI
AKU MENCOBA NTUK TEGARKAN DIRI
MESKI KUTAHU, SEOLAH KUTAK MAMPU BERDIRI

AKU TELAH KEHILANGAN ASA
SAAT BURUNG-BURUNG CAMAR MASIH MENARI DIDEPAN MATA
AKU TELAH KEHILANGAN MALAM
SAAT INDAH UNTUK MENGENANGNYA
AKU TELAH KEHILANGAN RASA RINDU
SAAT AKU INGIN MEMILIKINYA
TERSADAR, KINI AKU TERSADAR
AKU TELAH KEHILANGAN CINTANYA

WAHAI DUNIA...AJARI AKU NTUK MELUPAKANYA
AGAR, AGAR JIWAKU DAMAI KEMBALI




LOST OF THE WORLD

TULUS IHKLAS KULEPAS KEPERGIANNYA DARI SUDUT HATI
AKU MENCOBA UNTUK TIDAK MENANGISINYA LAGI
AKU MENCOBA NTUK TEGARKAN DIRI
MESKI KUTAHU, SEOLAH KUTAK MAMPU BERDIRI

AKU TELAH KEHILANGAN ASA
SAAT BURUNG-BURUNG CAMAR MASIH MENARI DIDEPAN MATA
AKU TELAH KEHILANGAN MALAM
SAAT INDAH UNTUK MENGENANGNYA
AKU TELAH KEHILANGAN RASA RINDU
SAAT AKU INGIN MEMILIKINYA
TERSADAR, KINI AKU TERSADAR
AKU TELAH KEHILANGAN CINTANYA

WAHAI DUNIA...AJARI AKU NTUK MELUPAKANYA
AGAR, AGAR JIWAKU DAMAI KEMBALI